info@uinkhas.ac.id (0331) 487550

Fainta Susilo Negoro: Menanam Gagasan dalam Workshop Ecotheology Studies

Home >Berita >Fainta Susilo Negoro: Menanam Gagasan dalam Workshop Ecotheology Studies
Diposting : Minggu, 19 Oct 2025, 14:12:55 | Dilihat : 130 kali
Fainta Susilo Negoro: Menanam Gagasan dalam Workshop Ecotheology Studies


Humas - Kabut tipis turun perlahan dari lereng Gunung Arjuno malam itu. Desa Jatiarjo, Prigen, Pasuruan, diterangi temaram lampu Kampung Kopi yang hangat. Bukan aula megah atau ruang konferensi mewah, di sinilah gagasan besar tentang ekologi dipertemukan dengan kehidupan sehari-hari. Selama empat hari, 16–19 Oktober 2025, sebanyak 30 dosen UIN KHAS Jember berkumpul dalam Workshop Ecotheology Studies: Multidisciplinary Approaches (sebuah bootcamp yang membicarakan bumi dengan bahasa ilmu, iman, dan tindakan kecil).

Di tengah lingkaran diskusi itu, Fainta Susilo Negoro tampil tenang namun tajam. Pendiri dan Chairperson Jaga Semesta Foundation ini bukan sekadar memberi ceramah. Ia merangkai argumen dengan narasi yang menyentuh nalar dan rasa. “Ilmu harus berpihak pada bumi,” ujarnya pelan, “tapi akademisi harus tetap netral.” Kalimat itu menjadi pembuka yang memikat para peserta.

Fainta menggarisbawahi pentingnya netralitas akademik dalam isu lingkungan. Menurutnya, suara kampus hanya akan punya bobot bila bebas dari tekanan politik dan kepentingan pasar. “Netralitas bukan berarti pasif. Justru dari ruang netral itulah lahir keberanian menyampaikan kebenaran ekologis,” katanya.

Tak berhenti di ruang akademik, Fainta menarik perhatian peserta pada peran masyarakat adat dalam konservasi alam. Baginya, kearifan lokal bukan sekadar romantisme masa lalu. “Bagi masyarakat adat, sungai bukan sekadar sumber air. Ia keluarga. Maka mereka menjaganya dengan jiwa,” tutur Fainta.

Ia mengkritik keras gaya pembangunan yang hanya sibuk merancang proyek besar tanpa aksi nyata. Dalam pemaparannya tersebut, ia menawarkan jalan lain yakni sebuah langkah kecil yang konsisten. “Kita tak perlu menunggu kebijakan raksasa. Cukup tanam satu pohon, jaga satu sumber air, ajak satu tetangga. Itu sudah gerakan,” ucapnya.

Fainta juga menekankan kolaborasi jangka panjang antara kampus, masyarakat lokal, dan NGO (Non-Governmental Organization). Dalam pandangannya, ekoteologi bukan hanya diskursus, melainkan praktik sosial yang mengikat spiritualitas, budaya, dan ilmu pengetahuan. Ia menaruh kepercayaan besar pada peran akademisi sebagai “penjaga nalar ekologis” di tengah dunia yang semakin bising oleh kepentingan.

Selain menyampaikan materi di aula desa, Fainta mengajak para dosen UIN KHAS Jember turun langsung ke lapangan. Mereka menggali data, mendengar cerita masyarakat, dan mencatat pengetahuan lokal, bukan sekadar untuk dokumentasi, tetapi sebagai “bahan” penulisan artikel ilmiah populer yang hidup, kontekstual, dan membumi. “Merawat bumi bukan sekadar slogan,” ucap Fainta lirih di sela kegiatan. “Ia harus jadi laku bersama.” 

Penulis: Atiyatul Mawaddah
Editor: Munirotun Naimah 

;